Sabtu, 02 Agustus 2008

MAKNA DAN CAKUPAN IBADAH

MAKNA DAN CAKUPAN IBADAH

Disusun oleh: Muslim Atsari

Alloh Ta’ala telah memberitakan kepada kita bahwa Dia menciptakan kita hanyalah agar kita beribadah kepadaNya. Alloh berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ {56}

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat (51):56)

Demikian juga bahwa seluruh utusan Alloh, memulai seruan mereka agar manusia beribadah hanya kepadaNya. Dan perintah pertama di dalam kitab suci Al-Qur’an adalah perintah beribadah hanya kepada Alloh semata. Yaitu firman Alloh Ta’ala:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ {21}

Hai manusia, beribadahlah kepada Robb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqoroh (2): 21)

Oleh karena itu, kita wajib memperhatikan ibadah ini, baik secara ilmu maupun amal. Maka apakah ibadah itu?

MAKNA IBADAH

Makna ibadah secara bahasa adalah: ketundukan dan kerendahan/kepatuhan, seperti perkataan bahasa Arab: “thoriiq mu’abbad” artinya: jalan yang merendah karena diinjak oleh telapak kaki. Atau seperti perkataan “ba’iir mu’abbad” artinya onta yang patuh.

Adapun makna ibadah secara istilah, para ulama telah menjelaskannya dengan berbagai ungkapan yang berbeda-beda, namun intinya sama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t (wafat 728 H) berkata: “Ibadah adalah: satu istilah yang menghimpun seluruh apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah, yang berupa perkataan dan perbuatan, yang lahir dan yang batin”. (Al-‘Ubudiyah, hlm: 23, dengan penelitian: Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi)

Imam Ibnu Katsir t (wafat 774 H) berkata: “Di dalam (istilah) syari’at (ibadah) adalah: suatu ungkapan dari apa yang menggabungkan kesempurnaan/puncak kecintaan, ketundukan, dan rasa takut”. (Tafsir Ibnu Katsir, surat Al-Fatihah, ayat: 5)

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin t berkata: “Ibadah digunakan pada dua perkara (dua makna):

Pertama: ta’abbud (perbuatan ibadah), maka ini maknanya adalah: merendahkan diri kepada Allah dengan cara menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, dengan kecintaan dan pengagungan.

Kedua: muta’abbadu bihi (sebagai obyek; yang digunakan untuk beribadah), maknanya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t , yaitu: Istilah yang meliputi seluruh apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah, yang berupa perkataan dan perbuatan, yang lahir dan yang batin”. (Kitab Al-Qaulul Mufid Syarh Kitab At-Tauhid, juz:1, hal:10)

CARA MELAKSANAKAN IBADAH

Dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin t di atas kita mengetahui bahwa cara beribadah kepada Alloh adalah dengan menjalankan perintah-perintahNya, baik perintah wajib atau mustahab (sunnah) dan menjauhi larangan-laranganNya, baik larangan harom atau makruh. Hal itu dilakukan dengan penuh kecintaan dan pengagungan, berharap rohmat Alloh dan takut terhadap siksaNya.

Oleh karena itu untuk beribadah membutuhkan ilmu agama, berdasarkan dalil-dalil Al-Kitab danAs-Sunnah. Karena kita tidak akan mengetahui perintah Alloh untuk dikerjakan kecuali dengan dalil. Dan kita juga tidak akan mengetahui laranganNya untuk ditinggalkan kecuali dengan dalil. Maka beribadah kepada Alloh hanyalah dengan mengikuti Nabi Muhammad n , mentaati Alloh dan RosulNya. Mentaati terhadap perintah dengan cara melaksanakannya, mentaati larangan, dengan cara meninggalkannya.

Alloh Ta’ala berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Alloh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali-‘Imron (3): 31)

Dan telah diketahui bahwa selain mengikuti tuntunan Nabi Muhammad n , ibadah akan diterima oleh Alloh jika dilakukan dengan ikhlas, dan didasari dengan iman. Tiga hal inilah syarat diterimanya ibadah.

CAKUPAN IBADAH

Dari penjelasan di atas kita mengetahui bahwa ibadah kepada Alloh meliputi seluruh sisi kehidupan manusia, yang lahir maupun yang batin. Inilah di antara dalil-dalil yang menunjukkan cakupan ibadah itu mengenai seluruh sisi kehidupan manusia:

Hal ini sebagaimana firman Alloh Ta’ala:

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَ نُسُكِي وَ مَحْيَايَ وَمَمَاتِي للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ {162} لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذّلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ {163}

Katakanlah: "Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Alloh)". (QS. Al-An’am (6): 163)

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa ibadah mencakup seluruh sisi kehidupan manusia.

Juga firman Alloh Ta’ala:

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An-Nisa’ (4): 65)

Sebab turun ayat ini adalah perselisihan dua sahabat tentang pengairan kebun, kemudian Rosululloh memberikan keputusan di antara mereka. Namun salah seorang dari mereka tidak menerima keputusan Rosulullah, maka turunlah ayat ini. Ayat ini menunjukkan kewajiban menerima keputusan Rosulullah dalam segala perkara, baik masalah pengairan, sebagaimana sebab turunnya ayat ini, maupun lainnya.

KESALAHAN MEMAHAMI MAKNA IBADAH

Ada dua kelompok manusia yang salah di dalam memahami makna ibadah. Mereka adalah:

1- Kelompok orang yang mempersempit makna ibadah.

Mereka membatasi ibadah hanyalah perbuatan ritual yang berhubungan dengan Alloh saja. Atau menganggap bahwa ibadah itu hanya dilakukan di masjid saja. Sehingga ketika kepada kelompok orang ini disampaikan perintah atau larangan yang berkaitan dengan makan-minum, berpakaian, pergaulan, kesenian, kebudayaan, ekonomi, politik, pernikahan, atau lainnya yang diatur oleh agama Islam, mereka menolak dengan alasan agama tidak boleh mengatur hal-hal tersebut! Alangkah sombongnya mereka terhadap Alloh, Pencipta mereka, yang telah membuat syari’at untuk mereka!!

Alloh Ta’ala berfirman:

قُلْ أَطِيعُوا اللهَ وَالرَّسُولَ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ {32}

Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS. Ali-‘Imron (3): 32)

Ayat ini menunjukkan wajib taat kepada Allah dan Rasul-Nya secara umum, dalam perkara apa saja.

2- Kelompok orang yang melewati batas dalam agama.

Mereka menganggap sesuatu yang bukan ibadah sebagai ibadah. Membuat perkara-perkara baru di dalam agama, dengan akalnya atau perasaannya. Melakukan ibadah tanpa dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hanya sekedar kebiasaan atau adat yang tidak dituntunkan oleh Alloh dan RosulNya. Padahal ibadah itu harus berdasarkan dalil dan petunjuk dari Alloh dan RosulNya. Jika tidak, maka tertolak.

Nabi sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa membuat perkara baru di dalam urusan kami (agama) ini, apa-apa yang bukan padanya, maka itu tertolak. (HR. Bukhari no: 2697; Muslim no: 1718)

Dengan penjelasan ini, kita memahami keagungan agama Islam, agama yang haq, yang mengajarkan segala perkara yang dibutuhkan bagi umat manusia. Maka seharusnya manusia menerima agama mulia ini. Hanya Alloh Pemberi taufiq. Al-hamdulillah robbil ‘alamin.

Tidak ada komentar:

 

Design by Free Islamic Blogger Template for Pancaran Cahaya Sunnah: MAKNA DAN CAKUPAN IBADAH